SEKELUMIT NARASI ISOLASI MANDIRI
doc pribadi |
Muhammad Hadiyan el Ihkam
Hingga sekarang, covid-19 masih
menghantui dunia ini. Semua negara membuat kebijakan sedemikian rupa guna
melawan covid-19 ini. Banyak kebijakan yang telah dibuat namun faktanya virus
tersebut masih tetap terus menghantui. Salah satu kebijakan yang hingga saat
ini diterapkan adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Ada
yang menyebutkan istilah PPKM ini berbeda dengan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) ada juga yang menjelaskan bahwa kedua istilah tersebut sama saja,
hanya istilahnya yang berbeda. Yang pasti kebijakan tersebut membatasi
mobilitas masyarakat.
Seiring
berjalannya waktu, pemerintah mengeluarkan terkait kebijakan vaksinasi.
Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi jalan keluar dari permasalahan covid-19
yang kian hari makin banyak memakan korban. Meskipun begitu kebijakan ini
menuai pro dan kontra dengan berbagai alasan, seperti vaksin yang dipesan
berbahaya bagi manusia, vaksin yang digunakan untuk masyarakat mempunyai
kualitas yang rendah, dan masih banyak lagi.
Dokter,
pakar kesehatan, dan influenzer menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk
tetap menggunakan masker, jaga kebersihan dan makan makanan bergizi. Mereka
juga menambahkan bahwa vaksin yang paling ampuh melindungi dari covid-19 ini
adalah protokol kesehatan. Seseorang yang telah divaksinasi bukan berarti kebal
dari covid-19 melainkan harus tetap menerapkan protokol kesehatan. Kemudian
mereka juga menuturkan bahwa seseorang yang terkena gejala covid-19 tidak serta
merta harus rapid tes, swab, atau pun yang lain. Cukup dengan isolasi
mandiri dan menerapkan protokol kesehatan.
Hal
tersebut dipraktekkan oleh santri-santri pondok pesantren Darun Nun, kota
Malang. Salah seorang santri yang perempuan, sebut saja kak Fa, mengalami
gejala-gejala covid-19. Yang dia rasakan adalah kemampuan indra penciumnya
tidak berfungsi, kaki kesemutan, pusing, flu, batuk, dan badan meriang. Selama
sakitnya tersebut, dia beraktivitas seperti biasa sambil menerapkan protokol
kesehatan. Tetapi makin hari gejala tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda
sembuh. Akhirnya dia melakukan rapid tes dan ternyata hasilnya menunjukkan
reaktif. Kak Fa sempat shock dan
langsung menghubungi teman-teman kamarnya. Kabar ini pun akhirnya didengar oleh
pengasuh pondok dan beliau langsung berkoordinasi dengan pihak terkait mengenai
bagaimana penanganan selanjutnya supaya tidak menimbulkan kegaduhan di tengah
masyarakat.
Kak Fa
dan teman-teman sekamarnya di-screening oleh tenaga kesehatan. Hal
bertujuan supaya siapa saja yang tertular covid-19 bisa langsung ditangani.
Dari hasil tersebut 7 anak dinyatakan reaktif. Sontak mereka nangis dengan
tangisan yang khas. Pengasuh pondok memberikan nasehat kepada mereka
supaya mereka tidak terlalu sedih dengan keadaan yang demikian. Bagi santri
yang reaktif akan ditempatkan di kamar pondok dan bagi santri yang tidak
reaktif akan ditempatkan di ndalem. Yang pasti ini adalah momen yang
membuat sedih. Karena mereka harus berpisah dengan teman-temannya. Mau
bagaimana lagi, mau tidak mau kondisinya seperti ini, maka dengan kebijaksanaan
pengasuh, mereka semua mendapat support yang akhirnya membuat mereka tidak
bersedih lagi.
Selama
empat belas hari ke depan mereka yang positif akan diisolasi dan tidak diperkenankan
untuk keluar pondok. Di hari pertama, mereka terlihat seperti orang tidak
bersemangat. Tetapi mau bagaimana lagi, memang harus seperti itu. Tanpa
disangka, banyak tetangga yang memberikan bantuan kepada Kak
Fa dan teman-temannya seperti, memberikan sembako, membelikan buah-buahan, dan
lain-lain. Kak Fa dan teman-temanya bisa dikatakan sebagai seorang anak yang
tidak boleh keluar rumah tetapi dimanja oleh ibunya.
Seiring berjalannya waktu, mereka saling support satu sama lain. Saling menghibur jika ada yang merasa sedih. Setelah 14 hari diisolasi mereka menjalani swab tes dan Alhamdulillah hasilnya non-reaktif. Tentu ini menjadi berita gembira bagi semua santri, khususnya santri putri.
Pondok Pesantren Darun Nun
Komentar
Posting Komentar