SENANDUNG AIR MATA SAJADAH CINTA NURMI


Karya: Roychan uzaqqy

Cerita ini saya ambil dari pengalaman asmara sahabat saya, sebut saja namanya Rizal.

Cinta itu, indah seperti pelangi. Cinta itu, alunan melodi. Cinta itu, getaran jiwa. Cinta itu, penuh warna. Cinta itu, tantangan. Cinta itu, kenyamanan. Cinta itu, kehidupan.  Dan Cinta itu...kamu.
Kupejamkan mataku, kuresapi kata-kata yang baru aku tulis itu, sejenak bibirku tertarik untuk tersenyum ketika aku menulis kata “Cinta itu, Kamu”.

Rizal. Dialah sosok “kamu” yang ada dalam tulisan itu. Temanku sejak saat kami masih duduk dibangku SMA yang sekarang menjadi tunanganku. Dua bulan yang lalu sebuah cincin indah yang sekarang melekat dijari manisku ini dipasangkan Rizal padaku. Kalau aku ingat-ingat dari sejak SMA, aku tidak menyangka akan sampai bertunangan dan insya Allah akan menikah dengan Rizal.

Sebagaimana yang aku ingat, sejak aku kenal Rizal, dia itu anak yang nakal. Hampir semua siswi di kelas kami sudah dibuatnya menangis. Tapi aku harus terima kenyataan kalau aku harus sekelas denganya sejak SMA hingga aku menyelesaikan study ku disebuah universitas yang ada di kotaku.

Dulu, waktu aku duduk dikelas 3 SMA, Rizal pernah menyatakan cintanya padaku didepan teman-teman satu kelas. Tapi terang-terangan aku tolak cintanya. Jujur, sebenarnya bukan karna aku tak menyukainya, tapi karena malu jika harus punya pacar seperti Rizal. Bukan karna wajahnya, tapi karna sifat buruknya dari SMA sampai sekarang yang tidak berubah, lagi pula kalau masalah otak dia jauh dibawahku.

Tapi entah dirasukin jin dari mana, Rizal tiba-tiba bisa merubah semua sifat buruknya itu. Selang waktu satu semester, semua nilainya meningkat, dan perilakunya membaik. Saat memasuki dunia pendidikan yang baru, dunia perkuliahan. Kembali Rizal menyatakan cintanya padaku. Kali ini kurasa tak ada lagi alasan untukku menolaknya. Akhirnya kuterima dia untuk mengisi ruang kosong dihati ini, hingga sebulan setelah kami mendapatkan gelar sarjana dia memasangkan cincin pengikat ini dijari manisku.

“Nurmi, dari tadi dicari kemana-mana ternyata ada disini. Inikan acara ulang tahunmu, kenapa malah kamunya nggak ada diacara, yuk keluar.”Suara natasha yang merupakan salah satu dari sahabatku membuyarkan semua lamunanku tentang Rizal. Ya, hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke-22. Tapi sayang, Rizal tak bisa hadir bersama kami disini karna dia masih dalam perjalan pulang dari menjalankan ibadah Umroh.

“Maaf-maaf, tadi ada sedikit urusan yang aku selesaikan”. Ucapku pada natasha seraya melemparkan senyum padanya.
“Aku tau urusan itu apa, pasti kamu buat kata-kata lagi buat Rizal, iya kan??”
“Sepertinya pertanyaan itu tidak perlu aku jawabkan??. Kataku sambil melirik natasha dan melemparkan senyuman lagi padanya. Natasha hanya tertawa simpul mendengar jawabanku, Karna memang dia tau semua kebiasaanku.

Semua teman-teman terdekatku sudah berkumpul dirumahku untuk merayakn hari ulang tahunku yang ke-22. Walaupun ulang tahun kali ini tanpa Rizal, tapi tak sedikitpun senyuman yang hilang dari bibirku, ini semua berkat teman-teman.
“Sekarang tiup lilinya Nurmi, tapi sebelumnya baca do`a dulu ya” Ucap sintia yang juga sahabatku.

Kembali ku pejamkan mataku, kata demi kata harapan telah kuucapkan didalam hati. Kubuka mataku lagi dan kutiup lilin dengan angka 22 yang ada dihadapanku. Bersamaan dengan saat aku meniup lilin itu, handphoneku berdering. Tante Nila itu nama yang tertera dilayar handphoneku. Tante Nila adalah Ibu Rizal.

“Assalamualaikum tante”.Ucapku setelah menekan tombol jawab di handphoneku.
“Waalaikumsalam. Rizalll,....Rizal kecelakaan Nurmi. Baru saja tante lihat berita kecelakaan pesawat yang ditumpangi Rizal dari tanah suci”.Ucap tante Nila sambil menangis.Seluruh badanku lemas, handphoneku yang aku genggam pun kini sudah berada dilantai, aku jatuh, dan setelah itu aku tak ingat apa-apa.

Perlahan kubuka mataku, ku lihat semua orang yang ada disekelilingku. Beberapa orang teman dan kedua orang tuaku.
“Mi.... Rizal mi.., antarkan Nurmi ketempat Rizal mi”.Pintaku pada Umi.
“Maafkan Umi sayang, Umi tak bisa ngantar Nurmi ke tempat Rizal, karena kita semua juga tak tau keberadaan Rizal. Pesawat itu jatuh ditengah hutan dan sampai sekarang 5 dari penumpang pesawat belum ditemukan, salah satunya adalah Rizal. Ucap Umi sambil memelukku.

Perlahan air mata ini terus mengalir dipipiku, lama kutatap cincin yang kini masih melekat dijari manisku,”Rizal, kamu pasti akan kembali” bisik batinku sambil kucium cincin pemberian Rizal. Lembutnya belaian angin sore selalu menemani ku ditempat ini.  Disebuah danau yang berada tak jauh dari rumahku. Tempat ini adalah tempat dimana aku dan Rizal selalu menghabiskan waktu bersama, tempat yang punya segudang kenangan indah saat-saat aku bersamanya.

Kicauan burung sahut-sahutan menjadi musik pengiringku sore ini. Sebuah buku diary kecil yang selalu aku bawa kini mulai kucoret dengan pena mungil yang dulu juga pemberian Rizal. Kembali kutuliskan kata demi kata yang kutujukan pada Rizal.
“syimphony rinduku pada hati yang raganya kini entah dimana berlabuh. Rizal, dengarkan hatiku memanggil namamu, ikuti suaraku tuk kembali keruang hatiku, aku menunggumu, kembalilah!!”
Seperti langit yang takkan pernah terpisah dari Bulan, Bintang dan Matahari. Laut yang takkan pernah terpisah dari ikannya, aku juga takkan pernah terpisah dari cerita hidupku. Selagi aku bernafas, hidup ini harus kujalani, meski sudah banyak yang berubah. Setahun sudah sejak kecelakaan pesawat itu, tapi aku masih selalu menunggu Rizal datang menemuiku. Jauh dilubuk hatiku masih ada keyakinan kalau Rizal pasti kembali. Lagi-lagi ku pandang cincin dijari manisku. Air mataku menetes, jatuh tepat diatas permata mungil dibagian atas cincinku.

“Nurmi, kesini nak, Abi sama Umi mau bicara”. Panggil Abi saat aku baru pulang dari masjid malam itu.
“Iya Bi” Aku duduk disebelah Umi.
“Maafkan Abi jika harus membahas soal ini. Abi tidak tega jika harus melihat Nurmi dalam kesedihan setiap hari. Nak, sudah setahun Rizal pergi, kita tak tahu dia masih hidup atau enggak, apa dia masih kembali atau nggak. Saran Abi dan Umi, cobalah buka hatimu untuk laki-laki baru. Umur Nurmi sudah 23 tahun, sampai kapan Nurmi akan menunggu Rizal?? Jika Nurmi mau, anak teman Abi baru saja menyelesaikan S2 nya dikairo. Kini baru saja kembali ke indonesia. Abi tau bagaimana latar belakang dia dan keluarganya, dari dulu teman Abi itu ingin berbesan dengan Abi. Tapi itu jika Nurmi mau. Jika tidak, Abi tidak memaksa nak, Nurmi bisa menentukan sendiri pilihan Nurmi, apapun keputusan Nurmi insyaAllah itu yang terbaik buat Nurmi, Abi dan Umi”.
Aku tertunduk, ntah sejak kapan air mata ini dipipiku. Ntah apa yang kini dalam fikiranku. Sepatah katapun tak keluar dari bibirku.

“Bi, Mi, Nurmi permisi bentar ya, nanti kita lanjutkan lagi bahas masalah ini.
“Iya sayang”.Ucap umi sambil melepaskan genggaman tangannya yang sedari tadi erat menggenggam tanganku. Kukunci pintu kamarku, kuletakkan mukena yang tadi aku bawa ke mesjid, kubuka kerudungku , perlahan ku rebahkan tubuhku diatas tempat tidur. Fikiranku melayang entah kemana. Terngiang ditelingaku kata-kata yang pernah diucapkan Rizal bahwa dia akan segera menikahiku saat dia kembali dari tanah suci Mekkah, terngiang lagi kata-kata yang baru saja diucapkan Abi. Ya Allah keputusan apa yang harus kuambil.

Malam ini semuanya berkecamuk diotakku, terasa lelah seluruh tubuh dan fikiran ini, rasa kantuk pun bergelayutan dipelupuk mataku yang mengantarkanku untuk tertidur. Pukul 2.30 dini hari. Terjaga kudari tidurku, segera kuambil air wudlu, kukerjakan sholat sunnah tahajud 2 rakaat, kutuangkan segala keluh kesah dalam fikiran ini, kuceritakan semuanya pada sang pencipta bumi dan seluruh isinya ini, kumohon petunjuk pada Nya.

“Ya Allah jika memang Rizal adalah jodoh hamba, tolong dekatkanlah dia, beri kami titik terang tentang keberadaanya, hamba masih menunggunya. Tapi jika dia bukan jodoh yang kau pilihkan buat hamba, bantulah hamba membuka pintu hati ini untuk hati yang baru ingin bertamu di hati hamba, Aamiin.

Satu minggu setelah kukerjakan sholat tahajud 3 malam berturut-turut, kini fikiranku tentang Rizal sedikit menjauh, apa memang bukan Rizal jodohku?..Telah kuajak bicara orang tuaku, bahwa aku setuju untuk dikenalkan pada anak teman Abi, mungkin ini jalan yang harus aku tempuh.

“Aku Habibi”.Begitulah dia memperkenalkan namanya padaku. Hari ini Habibi dan keluarganya datang berkunjung kerumahku.Suasana bahagia begitu dekat diwajah Abi, karna sudah beberapa tahun Abi tak bertemu dengan papa daniel.

“Nurmi”. Jawabku sambil tersenyum. Awal pertemuan singkat itu mampu membujuk hatiku untuk mengenalnya lebih jauh, ntah ini petunjuk atas segala doa-doa ku selama ini. Selang waktu tiga bulan aku menjajaki perkenalan dengan Habibi, jujur hatiku sudah melekat denganya, begitupun dia. Sedikit demi sedikit sudah bisa kubaca sifatnya. Baik, perhatian dan lembut itulah penilaian pertamaku padanya. Mungkin aku memang harus benar-benar bisa menerimanya sebagai pengganti Rizal dihati ini. Karna sampai sekarang sedikitpun kabar Rizal tak pernah terdengar.

Genap enam bulan setelah perkenalanku dengan Habibi, kini janur kuning telah melengkung didepan rumahku. Pelaminan telah berdiri gagah diteras rumahku, seluruh sanak keluargaku dan keluarga Habibi telah berkumpul dirumahku. Hiruk pikuk ibu-ibu yang memasak untuk hidangan pesta sudah mulai terdengar, gelak tawa anak-anak kecil adik-adik dan sepupu-sepupuku pun semakin ramai terdengar.

Hari ini ijab dan kabul akan dibacakan, sementara resepsinya akan diselenggarakan esok hari. Kukenakkan kebaya putih seminggu lalu yang baru ku beli dengan Habibi. Kerudung putih pula kini telah melekat diatas kepalaku dengan perpaduan kuning emas yang melingkar dikepalaku. Kini selesai aku ditata secantik bidadari surga yang siap jadi ratu sang raja, aku berdiri didepan kaca sambil memutar tubuhku,
“aku cantik juga”.Gumamku didalam hati sambil tersenyum.
Acara ijab kabul dilaksanakan dirumahku. Seluruh sanak keluarga telah duduk dengan rapi, kedua orang tua Rizal juga ikut menyaksikan acaraku hari ini, Habibi juga sudah menungguku. Aku keluar dari kamar bersama sahabat-sahabatku, dan duduk ditempat yang telah disediakan untukku.

Acara akan segera dimulai, Abi dan Habibi pun sudah berlatih kefasihan membaca ijab dan kabul, mereka sama-sama gugup. Maklum ini kali pertama mereka melakukan acara ini, aku istri pertama Habibi yang insyaAllah satu untuk selamanya, dan aku juga anak tunggal bagi Abi.

“Assalamu`alaikum”. Sapa seseorang dari pintu depan rumahku.
“wa`alaikumsalam”. Jawab kami hampir serentak bersama seisi rumah.
Dua orang perempuan dan dua orang laki-laki perlahan masuk kerumahku setelah dipersilahkan masuk oleh pamanku yang melihat mereka keruang depan. Ya Allah, serasa rontok seluruh tulangku melihat salah satu dari mereka. Kukucek mataku, tetap sama, Rizal??? Hampir tak keluar suaraku menyebut namanya. Orang tua dan sanak keluargaku yang mengenal Rizal juga tak berkutik sedikitpun, sementara Ibu Rizal langsung jatuh pingsan , suasana berubah jadi hening, Rizal juga belum bicara apa-apa.

Tanteku segera mengambil air putih untuk kami semua. Rizal dan tiga orang lainya itu dipersilahkan duduk, ibu Rizal kini juga sudah siuman dari pingsanya. Sedikit demi sedikit suasana mulai mencair.
“Apa kabar Nurmi?”. Rizal memulai meleburkan suasana tegang ini.
“Baik, dimana selama ini kamu Rizal?”. Jawabku sambil menangis. Rizal tak menjawab apa-apa, dia tertunduk .
“Maaf  semuanya, perkenalkan saya Dedi, ini istri saya Ira, dan ini putri kami Kholidatun yang merupakan istri dari Rizal”.

Suasana kembali menegang...
“Maafkan saya yang telah menikahkan anak saya dengan Rizal. Satu setengah tahun yang lalu saat saya memancing ikan disungai, saya menemukan Rizal dalam keadaan pingsan dan masih menyandang sebuah tas tergeletak dipinggir sungai. Lalu saya membawanya pulang dan merawat luka-lukanya. Sepertinya dia baru saja mengalami kecelakaan. Tapi setelah sadar, Rizal tak ingat siapa namanya dan siapa dirinya, hingga kami tak tau mau mengantarkanya kemana. Dia meminta pada kami untuk mengizinkanya tinggal dirumah kami. Seperti yang orang bilang, kalau cinta itu adalah anugrah terindah dari Allah. Rizal dan Kholidatun  sama-sama telah memikatkan hati mereka satu sama lain. Hingga setahun setelah itu saya menikahkan Rizal dan Kholidatun atas permintaan Rizal sendiri yang memang telah sepakat dengan Kholidatun. Tapi tiga bulan setelah mereka menikah, Rizal mengalami kecelakaan yang menyebabkan seluruh ingatanya kembali walaupun dengan perlahan. Saat ingatanya benar-benar pulih. Barulah Rizal bercerita tentang keluarganya dan seorang gadis yang ia tinggalkan sebagai tunanganya. Oleh sebab itulah saya mengantarkan Rizal kesini dan memberikan penjelasan untuk ini semua”. Jelas pak Dedi panjang lebar.
Suasana tetap saja dingin, tak terdengar suara kecuali isak tangis kami semua untuk Rizal.

“Awalnya aku merasa sangat bersalah Nurmi, tapi kini aku bisa sedikit tersenyum. Kamu telah menemukan penggantiku, semoga kita bisa sama-sama bahagia dengan kehidupan baru kita. Nurmi, ini adalah oleh-oleh yang aku bawa dari Mekkah yang khusus aku persembahkan untukmu, walaupun sekarang sudah tak berarti, tapi setidaknya ini bisa sebagai tanda persahabatan kita”. Kata Rizal sambil mengeluarkan sebuah bungkusan dari dalam tas.

Aku tak mampu bicara apa-apa, kuambil bungkusan itu dan segera kubuka, sebuah sajadah berwarna hijau yang merupakan warna kesukaanku, dengan bordiran disudut kanan sajadah itu bertuliskan “Rizal dan  Nurmi”. Tanpa aku sadari air mataku menetes diatas sajadah itu, tapi semuanya sudah berakhir, aku dan Rizal sama-sama sudah memiliki kehidupan yang baru. Kuperkenalkan Habibi pada Rizal dan dia perkenalkan Kholidatun padaku. Dan acara pernikahanku segera dilanjutkan, Rizal, Kholidatun dan kedua orang tuanya juga ikut menyaksikan.

Jalan hidup memang tak selalu sesuai dengan keinginan kita. Tapi itulah sebenarnyaa hidup, ada tawa dalam tangis, ada duka dalam bahagia. Setiap liku hidup, pasti juga ada jalan lurus dengan pemandangan indah. Tergantung bagaimana sudut pandang kita menikmati hidup.

Kebahagiaan juga tak pernah memilih-milih orang maupun tempat yang akan ia singgahi, selagi kita mencoba semuanya pasti akan indah pada waktunya, Dulu kutampung air mata kesedihan, dan sekarang kutampung air mata bahagia.
“Selamat bahagia Rizal. Dan insyaAllah aku juga akan bahagia bersama dia yang kucinta. Habibi”.
<<<<<<<<<<<<<< END >>>>>>>>>>>>>>>

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEKS DESKRIPTIF PONDOK PESANTREN DARUN NUN

KISAH HARU SANG DOKTER

BIOGRAFI PENGARANG KITAB QAMUS AL MUHITH