Goresan Potlot Si Gadis Manis (Part 1)
Oleh : Mutiara Rizqy Amalia
Perhatianku
teralihkan pada paras nan lugu namun memancarkan kesahajaan. Kakinya terus
mengayuh sepeda kecil bercorak hijau tua. Ia duduk di atas pedal hitam nyaman
menurutnya. Tangannya memegang kendali dengan kuat. Pandangannya tertuju pada kedua
bola mataku. Ini awal kisah perjumpaanku dengannya.
Impresiku
terus memikirkannya, seakan ada hal menarik yang harus dikuak oleh naluri.
Tiada yang perlu diadu perihal intuisi, yang terpenting adalah perihal
memanusiakan manusia.
Hari
demi hari terus berganti, senja kembali menjemput sang fajar, dan aku hanya
bisa memandang raut mukanya dari kejauhan. Sampai akhirnya, saat petang mulai
hadir di tengah-tengah hawa dingin yang menyelimuti, aku bersua dengannya, ia
ada di sampingku, ia nyata bercakap denganku. Syukurku kian menjulang ke
langit, ketidaktahuanku tentangnya akan segera terbayar.
Gadis
itu bernama Wati. Kupanggil dia Mbak Wati untuk menghormati hatinya.
“Coba
Mbak ini angka berapa?” (sambil memeragakan angka dengan jemari)
“Satu..
Tiga.. Dua.. Empat.. Satu..” jawabnya, meskipun kurang benar.
“Ayo
Mbak habis ini coba nulis yah, ini angka berapa?”
“Satu.”
“Nahh..
Cerdas.. Nulis angka satu ya mbak? Oke?”
Kuajak dia untuk memegang potlot dan
menggoreskan ke lembaran putih yang ia bawa. Angka satu masih bisa ia tulis
dengan cantik meskipun belum sempurna. Dilanjut angka dua. Ternyata tidak
semudah aku pikirkan, angka dua ia tulis berkali-kali tapi tetap saja belum
menyentuk sempurna. Malah angka dua menjadi angka tujuh dengan garis berada di
tengah setengah lingkaran.
Bersambung.....
Komentar
Posting Komentar