Menuai Kesadaran


Oleh : Inayatul Maghfiroh

Pernakah diantara kaliah merasakan ? pernahlah, Tapi apakah itu?
Cinta yang menggema, rindu yang menggebu atau kebencian yang sangat kejam.

Pernahkah kalian berpikir?
Bagaiamana kalian bisa menggapai cita-cita, menjadi seorang pendidik misalnya?
Oke, mungkin untuk itu pernah. Tapi pernahkah kalian memikirkan lebih dalam, dari mana aku bisa menginginkan untuk menjadi pendidik? dari mana keinginan itu muncul? Siapa yang memunculkan? Ok mungkin dari pengalaman atau hal hal yang terjadi? Tapi jika tidak ada tersebut ? apakah kalian mampu memutuskan untuk menjadi pendidik?

Lalu siapa yang memberikan segalanya itu?  Apakah kalian benar benar bisa merencanakan ? untuk tidak membenci? Untuk menjadi seorang pendidik?

Lalu apa pentingnya semua pertanyaan ini?
Beberapa hari yang lalu, seorang teman bercerita sembari berusaha menyembunyikan air mata yang mendesak keluar, meskipun akhirnya harus membiarkannya mengalir begitu saja.
Sebut saja namanya mbak Maghfi, seperti ini  narasi ceritanya.

Sebelumnya aku kenalkan tentang siapa mbak maghfi itu, ia adalah seorang wanita yang cukup introvert namun peduli , meskipun disisi lain ia adalah seorang yang cukup membutuhkan waktu tidak sebentar dalam memahami suatu pelajaran. Pecan lalu, dalam sebuah kelompok ia adalah orang yang paling suka bertanya, sampai sampai seorang temannya  mengatakan dengan bahasa yang cukup menyakitkan “ kamu ini anak kenapa loading ( lama nyambungnya) banget sih” udah begitu ndak profesional”. Bagi seorang mbak Maghfi kalimat itu cukup menyakitkan, mbak maghfi mengakui hal itu, namun ia tak pernah memiliki keinginan untuk tidak mudah faham, maka ia selalu bertanya, ia tak pernah merencanakan untuk tidak faham, namun begitu keadaanya begitu adanya.

Keadaan yang diperolokkan temannya bisa jadi dirasakan olehnya dirinya sendiri entah itu kapan, apakah ia mengetahui jika suatu saat tiba tiba ia dihadapkan dengan suatu permasalahan yang menyebabkan dirinya putus asa hingga tak muncul harapan, lalu mau tidak mau ia dihadapkan untuk berdiskusi dan bertukar pikiran , namu ia tak mampu untuk memenuhi hal itu, bagaimana jadinya?sedangkan ia telah memperolok orang lain sedemikian rupa? Apalagi yang mengajak diskusi tenyata mbak Maghfi sendiri , bagaiaman jadinya.

Dari hal ini kita belajar, untuk tidak menjelekkan orang lain bagaimanapun keadaannya, apalagi posisi kita masih diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan, yang jelas masih memiliki potensi ditadirkan sebagaimana apa yang kita olokkan kepada kepada orang lain. kan kita tidak bisa benar-benar merencanakan, hehe selamat menuai kesadaran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEKS DESKRIPTIF PONDOK PESANTREN DARUN NUN

KISAH HARU SANG DOKTER

BIOGRAFI PENGARANG KITAB QAMUS AL MUHITH