MENYAMBUT TAKDIR ALLAH

Oleh: Izzat Imaniya

       Seorang pemuda berkulit hitam manis terduduk merenung di emperan masjid usai kuliah, namanya Naufal. Merantau ke negeri piramida dari salah satu pulau kecil di Indonesia. Musim panas kali ini ia mendapatkan salah satu pelajaran dari perjalanan yang telah ia lakukan karena mengingat peristiwa yang terjadi dua hari lalu. Seperti biasa, setelah pulang kuliah ia mampir membeli makanan di pinggir jalan daerah Darrosah. Sembari menunggu pesanannya siap, ia membuka pesan dari seorang perempuan yang sudah ia dekati sejak dua tahun lalu, namanya Ica. Karena kesadaran dari diri masing-masing, komunikasi diantara mereka sangat jarang, terkecuali jika ada hal penting yang harus disampaikan salah satu dari mereka. Karena untuk saat ini, mereka masih memiliki tanggung jawab dan prioritas masing-masing yang harus ditekuninya.  Mereka faham jika komunikasi secara intens adalah hal yang salah sebelum adanya ikatan pernikahan, ada syetan yang akan terus menerus berusaha menggoyahkan iman atau mengganggu pikiran. Saling memeberikan kepercayaan atas rencana yang mereka harapkan setelah Naufal wisuda membuat mereka berdua kuat, bagaimanpun akhirnya, berjodoh atau tidak harus bisa diterima dengan ikhlas.

Ica: “Assalamualaikum Naufal, apa kabar?”
Naufal: “Waalaikumsalam, Alhamdulillah sehat Ica. Kamu  apa kabar?
Ica: “Alhamdulillah sehat juga. Bagaimana kuliahnya?”
Naufal: “ Minggu depan aku ujian termin 2, minta doanya ya”
Ica: “ Bi taufik wa najah Naufal”
Naufal: “Kamu sendiri bagaimana kuliahnya?”
Ica: “Semester ini aku mau ambil cuti”
Naufal: “Lah, kenapa?”
Ica: “ Aku minta maaf Naufal”
Naufal: “Apa yang terjadi sehingga kamu minta maaf? Apa ada kesalahan?
Ica: “ Aku tidak tau, ini kesalahan atau bukan, ini hal yang baik bagi aku atau bukan.”
Naufal: “ Ada apa? Tolong sampaikan Ica.”
Ica: “ Naufal… aku dan orang tua menerima pinangan seorang laki laki.”
Naufal; “ Yaa Rabb…”
Ica: “ Naufal aku minta maaf, aku merusak harapan kita dengan sepihak, bukannya tidak bisa menunggumu untuk wisuda, tapi aku tidak bisa menolak lamaran dari lelaki baik yang datang. Dari jauh hari aku sudah diskusikan hal ini dengan orang tua. Aku berdoa kepada Allah agar aku dan orang tua bisa mengambil keputusan terbaik.”
Naufal: “ Tidak apa apa Ica, jalan kita sudah ditentukan oleh Allah, dulu kita pernah bilang, bagaimapun nanti akhirnya, itu yang terbaik dari Allah untuk kita berdua, kamu tidak perlu lagi menjelaskan panjang lebar. Semoga kalian menjadi keluarga yang sakinah mmawaddah, wa rahmah.”
Ica: “ Naufal, sekali lagi aku minta maaf, aku sangat tau kamu laki laki yang baik, semoga nanti kamu bisa menemukan perempuan yang pantas menemani hidupmu, tentu perempuan itu lebih baik dari aku.”

       Tanpa ia sadari, pesanannya sudah lama tersaji. Ia hanya terdiam memandang kosong makanan didepannya. Ia tidak bisa lagi menjawab pesan dari Ica. Antara percaya dan tidak percaya,  antara kuat dan tidak kuat, antara bahagia dengan keyakinan bahwa hal ini kehendak Allah yang terbaik untuknya atau sedih karena ditinggalkan oleh perempuan yang bertahun tahun sudah ia jaga perasaan untuknya, rasa yang tumbuh dan menguat secara alami. Hari demi hari ia jalani sebgaimana aktifitas biasanya. Tidak mudah memang, tapi keyakinan atas takdir Allah membuatnya kuat. Segala hal yang pergi akan terganti, karena pada dasarnya tidak ada istilah laki laki ditinggal nikah, perempuan tipikal makhluk yang lebih mengedepankan perasaan daripada logika, tidaklah  perempuan itu melakukannya tanpa alasan. Selain itu, laki laki lebih berhak untuk memilih daripada dipilih, jadi bagaimanapun harus ada yang melepaskan dan harus ada yang dilepaskan. Yang terbaik di hadapan kita, belum tentu terbaik di hadapan Allah. 
       Siapapun kita hari ini, entah itu seorang anak, istri, suami, ibu ataupun ayah, jalani hari hari dengan penuh keyakinan kepada Allah, semua akan terasa nikmat dan indah jika bersyukur, kesedihan bersifat hanya sementara jika yakin bahwa ada hikmah di setiap kejadian. Untuk para pembaca yang sedang memperjuangkan atau diperjuangkan, tetaplah kuat. Karena akhir yang indah butuh proses panjang dengan penuh lika liku. Tiada lain itu semua adalah proses menuju pendewasaan diri. Agar siap dan kuat jika dihadapi dengan masalah atau ujian seberat apapun itu. Bagaimanapun akhirnya, itu yang terbaik untuk kita dari Allah SWT. 

Malang, 29 September 2020
Pondok Pesantren Darun Nun Malang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEKS DESKRIPTIF PONDOK PESANTREN DARUN NUN

KISAH HARU SANG DOKTER

BIOGRAFI PENGARANG KITAB QAMUS AL MUHITH