IBA





https://id.pinterest.com/pin/473933560757814618/

Alvian Izzul Fikri

“Nak, tolong tukarkan gas elpiji di Toko Sumber Rejeki, sudah habis dari tadi pagi, uangnya ada diatas almari kulkas..” teriak Bu Sumiarti meminta tolong anaknya (Dana) untuk segera membelinya.

Dana adalah seorang pelajar di salah satu SMA favorit di Surabaya,  “Iya,.. bu..” jawab Dana, lalu ia segera mengambil gas elpiji dan uang di atas almari kulkas, mengambil kunci gerbang rumah, dan mempersiapkan sepeda motornya untuk pergi ke Toko Sumber Rejeki, tanpa terlebih dahulu mengganti seragamnya.

Ketika dia sampai di parkiran toko, dia melihat seorang kakek di depan Toko Sumber Rejeki yang sedang menjajakan dagangannya, terik matahari yang  dapat membakar kulit di siang hari, tak membuat semangat seorang kakek di pinggir jalan patah semangat untuk mencari pundi-pundi uang untuk bertahan hidup di tengah-tengah kerasnya kehidupan di kota besar seperti Surabaya. Nafas yang terengah-engah, keringat yang membasahi bajunya tak ia hiraukan, demi untuk mendapatkan sesuap nasi untuk ia makan di sore harinya. Terlihat kakek itu sedang menunggu barang dagangannya, berupa pisang di depan Toko Sumber Rejeki. 

“Pisang neng,. Pisang, pisang, pisang pak.. buk..” teriak lirih dari sang kakek menawarkan pisang dagangannya, kepada orang-orang yang berlalu-lalang keluar-masuk untuk membeli di Toko Sumber Rejeki.

Sudah sejak pagi hari tadi dagangan pisang kakek ini belum laku terjual sama sekali, terlihat raut muka lelah dari kakek karena kerentaannya, akan tetapi dia tetap bisa memasang senyuman di wajahnya, di balik ribuan penderitaan yang ada di belakangnya. Dana merasa iba melihat kakek tersebut.

“Pak, harga pisang ambon satu lirang itu berapa ya? “ tanya Dana, “25 ribu dek…” jawab kakek penjual pisang tersebut, terlihat jelas Dana yang membawa gas elpiji kosong yang mau ia tukarkan. “ lho, gas elpiji yang samean bawa itu belum ditukarkan, samean tukarkan dulu, nanti kalau sudah kembali kesini” pinta sang kakek kepada Dana.

“Owh iya kek..” jawab dana, ia lalu bergegas untuk menukarkan gas miliknya, tak disangka ternyata dia tidak membawa dompetnya, dia hanya membawa uang di  atas almari kulkas yang hanya cukup untuk menukarkan gas elpiji baru, “ aduh,. Gimana nih, aku jadi nggak enak sama kakek tadi, karena aku sudah berkeinginan untuk membeli dagangannya” gumam Dana di dalam hatinya. 

Dana keluar dari toko sembari membawa gas elpiji yang baru ditukarkan, dan terlihat jelas raut muka sumringah dari sang kakek karena dia tau bahwa Dana akan membeli dagangannya, dan disamping itu juga terlihat jelas rasa malu dan bersalah di wajah Dana, karena dia idak mempunyai uang untuk dapat membelinya. Bersambung…


Pondok Pesantren Darun Nun Malang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEKS DESKRIPTIF PONDOK PESANTREN DARUN NUN

KISAH HARU SANG DOKTER

BIOGRAFI PENGARANG KITAB QAMUS AL MUHITH