Sekolah: Satu-Satunya Pendidik?

 


Oleh : Hany Zahrah

            Orang mendapat kesan, makin banyak tembok pemisah didirikan, makin besar jumlah sekat yang dipasang, makin dianggap baik. Inilah sekolah-sekolah kita sekarang ini.

            Sekolah satu-satunya pendidik? Bagi masyarakat, pertanyaan ini sudah berubah menjadi pernyataan. Sekolah ada sebagai bagian dari suatu sistem pendidikan yang dikelola ketat oleh departemen A dan B sebagai instansi resmi untuk mengayomi seluruh pendidikan mulai dari ayunan bayi hingga liang lahat, mulai dari pendidikan formal hingga nonformal.

            Wajarkah kejadian itu ataukah perlu mengajak sekolah lain untuk menyimak situasi ini? Apa yang telah mapan belum tentu yang paling baik. Sekolah tidak berada di dunia ini bukan untuk dirinya sendiri. Pada dasarnya, sekolah sebagai sarana yang dipergunakan orang tua untuk mendewasakan anak-anak mereka. Untuk itu orang tua meminta bantuan kepada sekolah pada satu segi dari proses pendewasaan yaitu pengajaran, pembentukan kemampuan intelektual, maupun kemampuan keterampilan.

            Dengan keadaan demikian, apa kita masih heran kalau ada orang tua yang mengatakan kepada sekolah, “anak A saya serahkan kepada sekolah. Jadi, sekolah yang bertanggungjawab. Sebagai orang tuanya si A saya boleh angkat tangan karena untuk pendidikannya saya telah membayar uang sekolah yang mahal.” Saya tidak mengatakan bahwa semua orang tua berkata demikian. Keadaan ini memperlihatkan anggapan keliru tentang persekolahan seakan-akan mereka mampu menangani seratus ribu hal yang muncul dalam pendidikan anak. Seharusnya urutan yang benar ialah (1) keluarga, (2) masyarakat, dan (3) sekolah,

            Peran orang tua di rumah dalam mendidik anak tidaklah lepas begitu saja ketika anak-anak sudah masuk ke lingkungan sekolah. Di rumahpun orang tua mempunyai tugas untuk mengawasi proses pembelajaran anak dan tingkah laku mereka. Bahkan, di lingkungan masyarakat pun, banyak anak muda yang mendapat pendidikan baik dan tumbuh dalam keluarga terhormat. Dan banyak pula pemuda yang mengalami masalah, lemah menghadapi nafsu, dan tak bisa mengendalikannya. Orang tua harus pintar-pintar mengamati dan megawasi anak- anak mereka.

            Biarlah sekolah tahu diri dan mulai membatasi dari pada tugas utama, yaitu mendidik melalui pengajaran. Selama pengajaran masih jauh dari memadai, jangan mulai menangani hal-hal yang sebetulnya sekunder. Tahu-tahu, ini pelarian belaka.

Memang benar yang saya katakan barusan sangat dipengaruhi oleh situasi setempat. Makin jauh dari kota-kota besar, makin kurang fasilitas-fasilitas yang memadai, baik di kelurga maupun di masyarakat yang menunjang tugas mereka sebagai pendidik utama dan kedua. Ini mengakibatkan bahwa sekolah harus mengambil alih sebagian besar dari pendidikan yang sebetulnya bukan tugasnya. Ini semua tidaklah masalah, justru bagus sekali, asal sekolah sadar kalau tugas ini bukanlah sebagaimana mestinya.

Jadi, jangan hanya menyalahkan pihak sekolah jika ada sikap anak yang salah. Seperti yang kita tahu sekarang bahwa sekolah bukanlah satu-satunya pendidik. Orang rumah dan lingkungan masyarakat pun juga terlibat dalam proses pendewasaan anak-anak yaitu pada proses pengajaran, pembentukan kemampuan intelektual, maupun kemampuan anak-anak dalam berpikir dan bertingkah laku. Karena karakter anak terbentuk di lingkungan mana ia berpijak.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEKS DESKRIPTIF PONDOK PESANTREN DARUN NUN

KISAH HARU SANG DOKTER

BIOGRAFI PENGARANG KITAB QAMUS AL MUHITH