BOON PRING ABDEMAN
Oleh Siti Fathimatuz Zahro
Malang.
Suatu kata dengan makna miris yang bahkan siapapun
tidak ingin berada disituasi itu. Bahkan sekedar membayangkan saja, tak akan
mampu berlama-lama. Jangan sampai.
Namun bagi ku dan banyak orang lainnya, Malang adalah
suatu kata yang penuh dengan kenangan. Menyusuri jalanan dengan bergandeng
tangan, bercanda seolah hanya aku dan kamu yang ada. Jajanan sempol dengan
tusuk yang panjang seolah mampu melukis wajah bahagia itu diawan senja.
Pinggiran trotoar yang tak pernah luput dari jejak-jejak malam dengan secangkir
kopi susu.
Gelak tawa hingga hingar bingar suara musik ku bersama
teman-teman berbincang akan tugas-tugas kuliah belum lagi rencana skripsi
penentu ketepatan waktu studi. Mengulas setiap dosen-dosen dengan segala
keotoriterannya atau deadline semuanya yang harus tepat waktu.
Belum lagi tempat wisata penghilang penat diakhir
pekan. Aah mana saja yang belum ada jejak-jejak kaki disana? Ku kira
tempat-tempat itu yang akhirnya menunggu untuk dijejaki.
Aaah Malang lebih dari sesuatu untuk dikenang.
Kali ini aku ingin bercerita kisah kala itu. Mungkin
saja kalian ingin kesana juga.
Tempat ini merupakan hasil tata kelola swadaya
masyarakat dan dibantu juga oleh pemerintah setempat. Tempat ini awalnya hanyalah
sebuah hutan bambu seperti pada umumnya. Bambu yang memiliki sejarah kuat akan
terbentuknya Indonesia.
Boon pring andeman.
'Pring' adalah sebutan "bambu" dalam bahasa
jawa. Kata 'boon' rujukan dari kata "kebun". kayaknya sih :D. bisa
dibayangin dong yaa tempat seperti apa. Namanya orang Jawa, setiap namanya ada
saja nuansa Jawa yang disematkan. Setidaknya menolak lupa jika kita dari
peradaban itu.
Pengolahan hasil bahan alami yang diolah dengan
dedikasi kreativitas sehingga bisa memiliki daya tarik dan bernilai ekonomi.
Cukup dengan tiket masuk Rp. 5.000 saja sudah bisa menikmati 'hutan' bambu
tanpa membuat mu tersesat.
Sumber mata air buatan dan alami yang diberikan aksen jembatan diatasnya serta sajian spot2 potret yang menjadi rekam jejak jika pernah singgah disana. Danau buatan dengan perahu angsa dengan tiket naik Rp. 10.000 sudah akan puas berkeliling. Aliran air kecil yang dihabitati ikan-ikan kecil pula dan membuat anak kampung sekitar gemar mengambil alih habitat ke dalam botol plastik bekas. Gubuk rakit bambu sebagai sarana mengitari sumber mata air memberikan kesan asri dan betah berlama2 duduk didalamnya.
Mari
kesana lagi. Aku akan membersamai mu.
Pondok Pesantren Darun-Nun Malang
Komentar
Posting Komentar