Cerita di Belakang Layar Pementasan Teatrikal Puisi
sumber : istimewa |
Sekedar ingin bercerita tentang
divisi kepenulisan yang ada di Pondok. Aku diberi amanah untuk menjadi ketua
dari divisi tersebut. Divisi yang menjadi ruhnya pondok. Salah satu program
divisi kepenulisan yang merupakan warisan dari generasi sebelumnya adalah ASTRA
atau apresiasi sastra.
ASTRA telah dilaksanakan selama
tujuh tahun . Astra merupakan manifestasi perwujudan dari pondok pesantren
darun nun itu sendiri yang memiliki slogan berbahasa dan berkarya . Dimana
sastra menjadi unsur utama dalam
berkarya.
ASTRA dibagi menjadi dua sesi
yaitu sesi pertama berupa seminar dan sesi kedua berupa penampilan. Pada sesi
pertama, seminar diisi oleh dua pemateri yaitu Dr. Muhammad Arrafik dan juga
Indah Nurnaningsih, S.Pd. ASTRA memiliki tema Mewujudkan kembali morfologi
sastra santri di tengah inflasi literasi
Aku ditunjuk jadi moderator yang
pertama untuk Dr. Muh. Arrafik . beliau membahas tantang makna morfologi santri
, sedangkan untuk mtaeri yang kedua lebih kearah pengalaman dan sharing tentang
literasi oleh Indah Nurnaningsih.
Malam harinya, adalah acara
puncak yang berupa pertunjukan penampilan. Ada enam penampilan pada malam itu
diantaranya Puisi Bahasa Arab oleh AL-Kindi, Puisi Bahasa Indonesia oleh
El-Ma’rifah, Pidato oleh JDFI, Puisi Bahasa Indo-Arab oleh El-Jidal, Teatrikal
Puisi oleh Darunnun Putra, dan Musikalisasi Puisi oleh Darunun Putri.
Dan ternyata akupun diberi
tanggungjawab untuk menghandle penampilan darunnun putra, jujur aku sangat
tertantang untuk melakukan ini, karena aku sendiri punya pengalaman mengenai
pementasan teater model macam ini. Akhirnya berbekal riset melalui youtube aku
menyiapkan strategi itu dari hari rabu malam, dan mulai mencari anggota
setelahnya. Aku tertarik dengan puisi Gus Mus yang berjudul kau ini bagaimana
dan aku harus bagaimana. . dimana setelah di scroll dan browsing. Aku menemukan
teatrikal puisi tersebut namun dalam durasi yang sangat panjang. Akhirnya,
tanpa pikir panjang, aku langsun meremake/ memodifikasi konsepnya menjadi lebih
pendek.
Sejatinya penampilan teater
membutuhkan banyak pemeran dan kru khusus namun apa daya dengan singkatnya
waktu juga orang-orang yang sedikit. Maka dipilihlah orang-orang yang menurutku
punya potensi dalam melawak dan menghibur, aku hanya pelengkap saja. Lalu peserta
untuk penampilan ini adalah aku, Azmi, Fajar, Erwin, Syauqi dan Ainul Harist. Akan
tetapi Ainul haris berhalangan sehingga diganti oleh hariski. Latihan kami
kerjakan hanya dua kali, satu kali saat jumat dan satunya lagi saat di sebelum
pentas. Sungguh singkat memang, tapi bagaimanapun itu disesuaikan dengan
kondisi saat itu yang sedang hujan sehingga tidak memungkinkan.
Teatrikal puisi yang kami bawakan
cukup sederhana pada hakikatnya, dimana seorang Erwin sebagai pembuka
membawakan suling bambu setelah itu ada iringan langgam jawa dari Hariski
selama beberapa kalimat , lalu datanglah Azmi dengan jas hitam legam sebagai
perwujudan wakil rakyat dan ditemani ajudannya fajar. Setelah itu datanglah aku
dan Syauqi yang sangat kampungan sebagai rakyat kecil yang membawakan puisi
tentunya dengan ekspresi yang sangat totalitas. Selama pembacaan puisi, sang
wakil rakyat menunjukan kenyelenehannya dan sampai pada titik nadir yaitu pada
titik puncak, giliran ia yang berpuisi dengan bait kemarahan. Aku dan syauqi
pun ketakutan . lalu petujukan diakhiri dengan hariski yang kembali dengan
langgam jawa “kau harus bagaimana “.
Amanat ataupun pesan moral yang
bisa diambil itu tergantung sudut pandang para hadirin. Karena setiap hadirin
atau penonton akan pasti punya pemikiran yang berbeda satu sama lain. Salah
satunya adalah pendapat salah satu Sie Acara Astra, Mbak Hiday yang
menyimpulkan bahwa pesan moral yang diambil adalah “kita tidak boleh hanya
menyalahkan satu sama lain, semua harus saling mengerti dan mengenyampingkan
ego masing-masing”. Begitupun pendapat Erwin, salah satu pemain teatrikal yang
berujar “ intinya kita gak boleh emosi dan ngeluh terus”.
Demikian lah ceritaku mengenai
selayang pandang dibalik pementasan teatrikal puisi
Komentar
Posting Komentar